MAKALAH
Minat Masyarakat dalam Bidang Pewayangan
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan
Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sri Suhandjati
Oleh :
Evi Yatul
Liyana (1604026051)
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
mengajarkan supaya manusia mencari jalan
kebahagian hidup di dunia dan akhirat.
Hal ini sesuai dengan fitrah manusia
yang ingin hidup bahagia. Melalui jalan keselamatan yang diajarakan oleh agama Islam. Allah
memerintahkan manusia untuk mengajak kebaikan mencegah kemungkaran, sebagaimana firman Allah dalam QS. ali-Imran ayat 104
yang bermakna “ Dan hendaklah ada
dianatara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung “. [1]
Dalam
peyebaran Islam indicator terpenting
yaitu akan adanya dakwah yang digunakan para mubaligh untuk menyebarkan agara
manusia menyembah Allah dengan syariat
yang diperintahkannya, oleh karena itu para pendakwah harus pandai dalam
mengembangkan dakwah mereka. Penyebaran islam ke Indonesia pun melalui beberapa
jalur antara lain: peradagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, politick dan
kesenian. Dari kesenian inilah salah satu lahirnyapewayangan dalam budaya Islam
di Jawa.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah wayang sebagai metode dakwah?
2.
Bagaimana minat umat islam dalam bidang
pewayangan?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui Bagaimana sejarah wayang sebagai
metode dakwah
2.
Mengetahui Bagaimanakah minat umat islam dalam
bidang pewayangan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Wayang sebagai Metode Dakwah Islam
1.
Asal Mula Wayang
Penyebaran Islam di pulau Jawa melalui beberapa
jalur seperti yang telah disebut diatas salah satunya adalah menggunakan jalur kesenian. Antara lain contohnya hasil
kesenian itu adalah gamelan, sastra sebagai saran untuk menjelaskan tentang
kepercayaan dan wayang.[2]
Wayang pula media kesenian yang telah tumbuh dimasyarakat sebelum Islam. Sebelum agama Hindu dan Budha
masuk ke Indonesia bahwa wayang itu berasal dari ritual kepercayaan nenek
moyang bangsa Indonesia di sekitar sejak jaman jawa Kuna yaitu sekitar pada
tahun 1500 SM. Jawa Kuna merupakan masyarakat jawa yang masih memepercayai
animisme dan dinamisme sebagai keyakinan mereka.[3]
Masukknya
agama Hindu dan Budha kemudian mengembangkan
seni wayang ini sebagai seni dalam keseharian kehidupan mereka dengan memasukkan
berbagai cerita didalamnya. Jika cerita
wayang pada jaman jawa kuna mengisahkan pemujaan masyarakat jawa kuno bentuk
jelmaan roh nenek moyang mereka, maka dalam Hindu sendiri wayang dijadikan sarana untuk menceritakan tentang kisah-kisah
cerita seperti Ramayana, Mahabarata dan lain-lain. Para mubaligh yang menyebarkan
islam dijawa mewarisi kesenian tersebut setelah agama Hindu, kemudian dari
sinilah digunakan para mubaligh seperti
Walisongo untuk menyampaikan ajaran Islam ke tengah masyarakat. Bentuknya ada
yang dirubah , ada pula yang ada tetap, namun sudah dimasuki unsure-unsur Islam.
Seiring berjalannya waktu wayang pun tumbuh dan berkembang dari bentuk cerita
dan bentuknya, bahkan untuk jenisnya pun bertambah seperti wayang golek, wayang
wong, wayang purwa, wayang potehi dan lain sebagainya.
2.
Kesenian Media Dakwah Walisongo
Walisongo merupakan para tokoh penting dalam proses
Islamisasi di tanah Jawa. Kesuksesan dakwah tersebut tak terlepas dari
kepiawaian membaca situasi kondisi demografi masyarakat setempat agar lancar
manjalankan siyasah dan strategi dakwah. Selama perjuangannya menyebarkan
ajaran Islam, Walisongo, terutama Sunan Bonang, selalu memasukkan unsur
permainan dan kesenian yang tidak membuat masyarakat jenuh. Unsur-unsur
permainan dan kesenian yang dibawakan Walisongo memang sederhana. Namun,
memiliki nilai dan arti yang sarat dengan pesan moral dan etika syar'i yang
memiliki multidimensi, baik spiritual maupun sosial. Kesenian, semisal
wayang, gamelan, suluk, dan jelungan, misalnya, pada akhirnya menjadi sarana
penyebaran kebudayaan yang diterima dengan cepat oleh masyarakat setempat.[4]
Para wali
dan pujangga Jawa mengadakan pembaharuan yang berlangsung terus menerus sesuai
perkembangan zaman dan keperluan pada waktu itu, utamanya wayang digunakan
sebagai sarana dakwah Islam. Sesuai nilai Islam yang dianut, isi dan fungsi
wayang telah bergeser dari ritual agama (Hindu) menjadi sarana pendidikan,
dakwah, penerangan, dan komunikasi massa. Ternyata wayang yang telah
diperbaharui kontekstual dengan perkembangan agama Islam dan masyarakat,
menjadi sangat efektif untuk komunikasi massa dalam memberikan hiburan serta
pesan-pesan kepada khalayak. Fungsi dan peranan ini terus berlanjut hingga
dewasa ini.
3. Penarapan Kesenian Wayang oleh Sunan Kalijaga
Kesenian wayang yang ceritanya bersumber dari kitab
Mahabarata, telah menarik perhatian
masyarakat Jawa. Karena itu, para wali menggunaknanya sebagai media dakwah dengan mencipatakan
kisah baru yang dimasuki Unsur Islam. salah seorang Wali menggunakannya sebagi
metode dakwahnya yaitu Sunan Kalijaga.[5]
Beliau mengadakan pertunjukan wayang
tidak mau menerima upah berupa
uang atau materi laiinya, sehibgga apabila ada orang yang punya hajat dan ingin
mempertunjukkan persembahab wayang oleh
Sunan Kalijag, maka bayarannya berupa
bacaan dua kalimat syahadat. Metode tersebut dilakukan berkala sehingga banyak
orang yang tertarik dan masuk Islam.
B.
Bagaimana Minat
Umat Islam dalam Bidang Pewayangan
Perkembangan wayang semakin meningkat pada masa setelah
Demak, memasuki era kerajaan-kerajaan Jawa seperti Pajang, Mataram, Kartasura,
Surakarta, dan Yogyakarta. Banyak sekali pujangga-pujangga yang menulis tentang
wayang, menciptakan wayang-wayang baru. Para seniman wayang banyak membuat
kreasi-kreasi yang kian memperkaya wayang dan mempertujukknnya dalam seni pertujukkan wayang, hal tersebut dapat kita
lihat ketika dalam pagelaran wayang sampai saat ini.[6]
Para dalang semakin profesional dalam menggelar pertunjukan
wayang, tak henti-hentinya terus mengembangkan seni tradisional ini. Dengan
upaya yang tak kunjung henti ini, membuahkan hasil yang menggembirakan dan
membanggakan, wayang dan seni pedalangan menjadi seni yang bermutu tinggi,
dengan sebutan "Adiluhung". Wayang terbukti mampu
tampil sebagai tontonan yang menarik sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral
keutamaan hidup. Dari landasan perkembangan wayang tersebut di atas, tampak
bahwa memang wayang itu berasal dari pemujaan nenek moyang pada zaman kuna,
dikembangkan pada zaman Hindu, kemudian diadakan pembaharuan pada zaman
masuknya agama Islam dan terus mengalami perkembangan dari zaman
kerajaan-kerajaan Jawa, zaman penjajahan, zaman kemerdekaan hingga kini.
Asal-usul wayang menjadi jelas, asli Indonesia yang
berkembang sesuai budi daya masyarakat dengan Wayang Indonesia memiliki ciri
khas yang merupakan jatidirinya. Sangat mudah dibedakan dengan seni budaya
sejenis yang berkembang di India, Cina, dan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Masyarakat sampai saat ini terlihat tetap menyukai wayang sebagai
seni khas Indonesia. Banyak cara dalam penyampaian kesukaan mereka seperti
menjadi dalang hal ini bisa dengan pengasahan bakat melalui sekolah atau
berguru diperguruan tinggi khusus.
Memang tidak semua masyarakat mengetahui hakikat wayang itu, baik mulai dari sejarahnya dan nama-nama
tokohnya, namun ini tidak menyurutkan ketertarikan mereka terhadap seni wayang.
Minat dapat di ukur dari seberapa banyak orang yang dapat
menguasai dalam hakikat wayang sebenarnya, boleh dikatakan benar karena semacam
dalang, sinden dan seperangkat lainnya dijadikan contoh orang-orang yang masih
tertarik terhadap seni wayang, namun jumlahnya sangat sedikit. Jika perbandingan minat kepada kesenian
wayang berdasarkan jumlah, maka bisa juga disimpulkan minat masyarakat kurang
terhadap kesenian ini. Analisis jika dilihat dari kecintaan mereka maka hal
tersebut belum dikatakan benar, buktinya meskipun peran masing-masing individu
memang kurang dalam seninya, setidaknya masyarakat masih mencintai dengan cara
melihat pagelarannya dengan begitu antusias, selain itu mereka tetap mempercyai
bahwa dalam pertunjukkannya penonton dapat memetik pelajaran bagi kehidupan.
Seperti yang terjadi di Desa Candigugur, sempat diadakan pagelaran perwayangan
bebarapa bulan yang lalu yang dibuka untuk umum, warga satu kecamatan
menyaksikannya walau sampai tengah malam. Hal ini berati masyarakat tetap
berminat terhadap kesenian wayang, namun kesempatan meraka untuk menikamati
seni wayang terbatas oleh beberapa hal, seperti minimnya sekolah kesenian,
jarangnya pagelaran wayang, serta biaya
penyewaan wayang relative mahal. Mungkin itu hal-hal yang membuat keminatan masyarakat
tidak terlihat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wayang
pula media kesenian yang telah tumbuh dimasyarakat sebelum Islam. Sebelum agama Hindu dan Budha
masuk ke Indonesia bahwa wayang itu berasal dari ritual kepercayaan nenek
moyang bangsa Indonesia di sekitar sejak jaman jawa Kuna yaitu sekitar pada
tahun 1500 SM. Jawa Kuna merupakan masyarakat jawa yang masih memepercayai
animisme dan dinamisme sebagai keyakinan mereka.
Perkembangan wayang semakin meningkat pada masa setelah
Demak, memasuki era kerajaan-kerajaan Jawa seperti Pajang, Mataram, Kartasura,
Surakarta, dan Yogyakarta. Banyak sekali pujangga-pujangga yang menulis tentang
wayang, menciptakan wayang-wayang baru. Para seniman wayang banyak membuat
kreasi-kreasi yang kian memperkaya wayang dan mempertujukknnya dalam seni pertujukkan wayang, hal tersebut dapat kita
lihat ketika dalam pagelaran wayang sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Suhandjati , Sri. 2015.Islam dan
Kebudayaan Jawa Revitalisasi Kearifan Lokal. Semarang: CV Karya Abadi Jaya.
superkelana.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar