MAKALAH
PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH
Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Kalam
Disusun oleh
Nama : Affan Ghifary
(1604026052)
Nama : Evi Yatul Liyana
(1604026051)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mempelajari mata kuliah
ilmu kalam merupakan salah satu komponen utama rukun iman. Pertama, nutqun bi al-lisani (mengucapkan dengan lisan), ‘amalun bi al-arkani (melaksanakan sesuai
dengan rukun-rukun), dan tashdiqun bi al-qalbi (membenarkan dalam hati). Agar
keyakinan itu dapat tumbuh dengan kukuhnya, para ulama dahulu dan telah
melakukan kajian secara mendalam. Untuk menjadikan ucapan lisan secara meyakinkan
dan kukuh diperlukan ilmunya, yaitu ilmu tauhid, ilmu yang membahas tentang
ketuhanan. Pada gilirannya dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang
berlaku saatnya, ilmu tauhid telah berkembang menjadi ilmu kalam. Sejalan dengan
berkembangnya peradaban Islam di dunia, maka muncullah pembaharu-pembaharu
muslim dengan membawa cirri khas pemikirannya. Salah satunya Muhammad Abduh
merupakan tokoh pembaharu Islam dengan pemikirannya yang juga berpengaruh di
Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana riwayat hidup Muhammad Abduh ?
2.
Bagaimana pemikiran Muhammad Abduh ?
3.
Bagaiaman pengaruh pemikiran Muhammad Abduh di
Indonesia ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui mengenai riwayat hidup Muhammad
Abduh
2.
Mengetahui pemikiran Muhammad Abduh
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Riwayat hidup Muhammad Abduh
Syeikh Muhammad Abduh seorang putera Mesir yang lahir di Delta Mesir pada 1849 M/1266 H.
Ayahnya bernama Abduh bin Hassan Khirallah, seorang yang terpandang dari
golongan petani, Ibunya bernama Junainah.
Muhammad Abduh merupakan sosok yang
rajin dan cerdas, ia hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk belajar
Al-Quran yakni di usia 12 tahun ia telah hafal Al-Quran diluar kepala. Pada
umur 13 tahun Muhammad Abduh
dikirim ke Tanta untuk memperdalam
Al-Quran di Masjid Ahmadi, bersama pamannya
ia belajar tasawuf dan menelaah buku tasawuf hingga akhirnya ia dijuluki
seorang Sufi.
Muhammad Abduh meneruskan perjalanannya ke masjid Al-Azhar
disamping itu dia juga belajar mandiri dengan memmbaca buku-buku yang ia minati. Ia belajar privatdengan Syaikh
Hasan Al-Kamil dan Syaikh Al-Basuni dalam bidang sastra dan bahasa arab. Muhammad Abduh juga belajar filsafat dengan Syaikh Hasan At-Thawail. Jamaludin Al-Afghani merupakan salah satu gurunya yang sangat
dikagumi pemikirannya . Ia tamat belajar
di Al-Azhar pada atahu 1887 kemudian
diangkat menjadi dosen disana. Namun
karena usahanya untuk mengadakan
perbaikan, sedang atasan dan para dosen
senior tidak setuju karena takut tergeser
kedudukannya sehingga dibenci oleh rekan-rekannya. Demi menyalurkan
aspirasinya, makaia juga turut mengajar
pada perguruan Darul Ulum, Darul Ulum ini dididirikan oleh Perdana Menteri Riad Pasha sebagai tandingan
Al-Azhar.
Tatkala pemerintahan Mesir berganti dengan yang lebih
ketat yaitu Reaksione Tufiq Paha pada 1879, Jamaluddin terkena tindakan
disiplin, sehingga beliau diusir dari
Mesir, karena pemberitaan tentang
pembongkaran pemborosan keuangan Negara
demikian halnya dengan Muhammad Abduh
juga diusir dari Mesir. Setahun kemudian ia kembalike Mesir, dimana ia
memimpin menjadi majallah Al-Waqi’
Al-Misriyah dengan dibantu oleh Saad Zaglul.
Ketika terjadi pemberontakan Urabi Pasha pada1882, Abduh dituduh
terlibat sehingga ia kembali diusir dari
Mesir menuju Bairut dan disana ia mengajar di Perguruan Sulthaniyyah.
Muhammad Abduh pergi ke Perancis atas ajakan Jamaluddin
pada 1884, dimanakeduanya menerbitkan
majalah yang terkenal “Ar-Urwatul
Wustqo” yang merupakan realisasi dan media pemikirannnya utuk mengadakan usaha bagi kesadaran umat Islam
sedunia, terutama atas ancaman dari kaum
Imprealis Barat. Pada tahun 1889 Juni, beliau telah kembali dari pembuagannya
diangakat menjadi Mufti besar di Mesir. Disamping tugasnya yaitu memberi
jawaban-jawaban atas pertanyaan pemerintah, juga masyarakat awam serta
memeberi fatwa kepada masayarakat yang dianggap penting. Diantara
fatwanya yang penting adalah supaya
kaum muslimin berpikiran merdeka dan
penuh toleransi, meninggalkan taqlid,
mempertemukan antara ruhul islam dengan
kebudayaan modern.
Banyak rencana dan citra-citanya yang karena berbagai sebab
tidak dapat dilaksanakan, namun
murid-muridnya melanjutkan
danmenyelesaikan cita-citanya
yang pernah terbengkalai, anatara lain Muhammad Rasyid Ridho menyelasikan kitab
tafsirnya, Al-Manar beliau juga
bercita-cita untuk mengunjungi berbagai
negeri Islam untuk dapat
menyaksikan situasi sebenarnya daripada
kaum muslimin, sehingga mengetahui apa
obat yang dapat menyembuhkan untuk
penyakitnya. Namun tidak semua rencanannya terkabul, karena penyakit
kankernya kambuh dan ia meninggaldunia
di Iskandariyah pada Selasa, 11 juni
1909 M atau 8 Jumadil Ula 1323 H.
2.
Pokok-pokok Pemikiran
Muhammad Abduh
Dalam bukunya Risalah Tauhid. Ia memberi ta’rif tauhid
yaitu ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang wajib
pada-Nya dan sifat yang boleh disifatkan dan sifat yang wajib di luar daripada-Nya.
Menurut Gibb, ketika melukiskan
riwayat hidup Muhammad Abduh menyatakan pokok pemikirannya dapat diuraikan ke
dalam 4 masalah pokok :
1.
Mensucikan
Islam dari pengaruh yang salah (bid’ah) yang ini menyangkut aspek theologi.
2.
Pembaharuan
pendidikan yang lebih tinggi bagi kaum muslimin. Hal ini menyangkut aspek
pembaharuan pendidikan.
3.
Pembaharuan
rumusan ajaran islam menurut alam pikiran modern. Hal ini menyangkut aspek
hukum dan kemasyarakatan.
4.
Pembelaan
Islam terhadap pengaruh Barat. Hal ini menyangkut masalah nasional dan poitik.
Mengingat yang dibicarakan disini
adalah masalah theologi, maka hanya aspek theologi saja yang akan dibicarakan.
Dalam aspek aqidah atau theologi :
a.
Usaha
untuk membebaskan ummat Islam dari kepercayaan Jabariyah. Supaya rakyat percaya
kepada kudrat dan ikhtiyar dan hanya ada taktif, menolak adanya bid’ah dan
khurafat.
b.
Memberikan
pengertian kepada kaum muslimin, bahwa akal adalah ni’mat dari Allah, waji
disesuaikan dan berjalan berdampingan dengan agama Allah dan risalahnya kepada
ummat manusia. Sesungguhnya melupakan akal merupakan kekufuran ni’mat.
Pemikiran kalam Abduh meliputi
beberapa hal, yaitu masalah perbuatan manusia, qada’-qadar, dan sifat-sifat
Allah. Bagi Abduh, manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih
perbuatannya, karena didukung oleh tiga unsur, yaitu: akal, kemauan dan daya.
Ketiganya merupakan ciptaan Tuhan bagi manusia yang dapat dipergunakan dengan
bebas (Abduh, Risalah al-Tauhid, 1965:5). Akal dan kebebasan adalah
natur manusia yang merupakan keistimewaan yang dimilikinya dan tidak terdapat
pada makhluk lain. Kalau salah satu di antara keduanya hilang, maka ia tidak
lagi bernama manusia, tapi mungkin berupa malaikat atau mungkin pula binatang.
Kebebasan yang dimaksud Abduh bukanlah tanpa batas atau kebebasan yang bersifat
absolut.Batas dimaksud adalah karena lalai (taqshir) dan karena sebab
alam (al-asbab al-kaumiyah), yaitu peristiwa alam yang tidak
terduga.Manusia melakukan perbuatan dengan daya dan kemampuannya, namun
kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjad. Dalam keterangannya
yang lain ia menyebutkan bahwa kekuasaan Allah tersebut adalah dalam
menciptakan sunnatullah. Sunnatullah adalah tempat pengembalian semua
yang terjadi di alam ini.
Menurut
Abduh dengan akal manusia dapat:
1)
Mengetahui
Allah SWT, dan sifat-sifat-Nya.
2)
Mengetahui
adanya hidup di akhirat.
3)
Mengetahui
bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Allah SWT dan
berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak mengenal Allah
SWT dan pada perbuatan jahat.
4)
Mengetahui
wajibnya manusia mengenal Allah SWT.
5)
Mengetahui
wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya dia menjauhi perbuatan jahat untuk
kebahagiaannya di akhirat.
6)
Membuat
hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
Dengan demikian, wahyu menolong akal
untuk mengetahui alam akhirat dan keadaan hidup manusia di sana. Wahyu
selanjutnya menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip
umum yang dibawanya.Wahyu membawa syariat yang mendorong manusia untuk
melaksanakan kewajiban seperti kejujuran, berkata benar, menepati janji, dan
sebagainya. Maka dari itu ia mengatakan bahwa Islam itu agama akal.
Perihal Jabariyah, beliau menyatakan
bahwa mengikuti suatu madzhab secara mutlak mempunyai kaitan dengan kepribadian
ilmiah yang lemah. Hal ini tidak sejalan dengan kepribadian islam yang pertama.
Menurutnya aqidah Jabariyah bukan hanya menimbulkan perasaan seseorang merasa
lemah dihadapan Tuhan, tetapi merasa lemah pula di hadapan manusia. Mengikuti
Jabariyah dinilai sebagai seorang mu’min yang negative didalam hidup yang
selalu bersandar kepada orang lain.
Ia
menentang taqlid, oleh karena itu ia berusaha membebaskan ummat dari
taqlid dan menghidupkan kembali ijtihad. Ia berpendapat bahwa islam yang dianut
orang-orang pada zamannya, bukan lagi islam yang sebenarnya, dan inilah salah
satu sebab kemunduran islam. Untuk dapat maju, umat islam harus kembali kepada
islam yang asli, sebagaimana dipraktekkan ummat di zaman Nabi.
Tentang Iman, ia menyatakan bahwa
iman akan menimbulkan pengaruh yang nyata pada jiwa dan perbuatan kebajikan.
Iman haruslah dengan ilmu yang benar, yang menguasai akal dengan keterangan dan
jiwa kepatuhan, sehingga jadilah Allah dan Rasul-Nya lebih mulia dari pada
lainnya, serta perintah keduanya lebih diutamakan dari pada yang lain.
Tentang syirik, ia memandang sama
konserfatifnya dengan pandangan kaum Wahabi yang lain. Yang disebut syirik
adalah percaya pada adanya yang memberi bekas, dan percaya pada yang memberi
bekas lain itulah yang mutlak selain Allah. Dalam hal ini ia berpandangan bahwa
ada orang-orang yang menyembah berhala, meminta-minta batu dan pohon-pohon
sebagai penyembuh sakit, pemberii kemenangan dan seterusnya, tetapi ia sendiri
mempercayai do’a. Tampaknya pandangan ia tentang masalah Ini juga hampir sama
dengan kaum wahabi, kesamaan ini dapat dibenarkan ketika dalam Al-Manar
sendiri, ia bersama Rasyid Ridha mengikuti pendapat salafnya Ibnu Taimiyyah dan
Ibnu Qayyim.
Selanjutnya ia membedakan antara
wahyu dan ilham. Ilham ialah perasaan (wujdan) yang dirasai dengan yakin oleh
jiwa yang tunduk kepadanya dengan tiada mengetahui dari mana datangnya.
Sedangkan wahyu hanya disampaikan kepada orang pilihan dan yang dimulyakan,
dipelihara dari pada dusta dan dosa , budi mereka dilindungi daripada cacat dan
cela.
Sejak dahulu ummat islam sudah
percaya adanya karomah yang dimiliki seorang wali., mereka mencapai derajat itu
karena ketaatan, kebaktian dan ibadahnya yang tak putus-putus, sehingga Tuhan
memberinya ilmu ghaib serta dapat melakukan sesuatu yang luar biasa (karomah). Karena
kepercayaan bahwa mereka dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, mereka percaya
bahwa syafaat wali kepada Allah ada kekuasaannya, sehingga dengan demikian
banyak orang melakukan ziarah kubur, meminta berkah dan syafaat daripadanya.
Tentang syafaat ia menjelaskan,
bahwa syafaat tidak sebagaimana yang dipahami oleh oran awam, yaitu seseorang
yang memintakan untuk orang lainsupaya dimaafkan dosanya atau diringankan
dosanya. Jika syafaat diartikan seperti itu, berarti Tuhan tidak melaksanakan
Iradahnya atau ada yang dapat mencegah Iradahnya Tuhan. Menurutnya syafaat
adalah bahwa Allah mengetahui dan menghendaki tidak akan menghukum seseorang
yang berdosa, dengan sifat kemurahan-Nya, kasih dan sayang-Nya, sehingga Tuhan
akan memberi maaf kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
3.
Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia
Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh
melahirkan gerakan Muhammadiyah, yang bergerak dalam bidang pendidikan,
kesehatan dan sosial, Gerakan Al-Irsyad di kalangan keturunan Arab yang
dipimpin oleh Ahmad Surkati, Haji Agus Salim dengan Sarikat Islam, demikian
pula kongres Islam Hindia disebut juga karena pengaruh Muhammad Abduh.
Demikianlah Muhammad Abduh sebagai
ulama besar, yang telah berusaha membangun kehidupan dunia Islam.Namun beliau
tidak beruntung dapat melihat hasil usahanya itu berbuah, tatkala fajar zaman
baru mulai menyingsing.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemikiran kalam Abduh meliputi beberapa hal, yaitu masalah
perbuatan manusia, qada’-qadar, dan sifat-sifat Allah. Bagi Abduh, manusia
adalah makhluk yang bebas dalam memilih perbuatannya, karena didukung oleh tiga
unsur, yaitu: akal, kemauan dan daya.
Selain itu, selain dalam pemikirannya, Muhammad Abduh juga
mengembangkan dalam hal pendidikan Islam.Yang sampai sekarang masih kita
rasakan begitu perkembangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ishaak, Muslim. 1988. Sejarah Perkembangan Theologi Islam.
Semarang:
Duta Grafika.
Assegaf, Abd. Rachman.2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam.Jakarta:
RajaGrafindo.
A. Nasir, Sahilun. 2012. Pemikiran Kalam(Teologi Islam).
Jakarta: RajaGrafindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar