SUMBER
HUKUM PERTAMA “AL-QUR’AN”
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Ushul Fikih
Dosen
pengampu : Bapak Mishbah Khoiruddin Zuhry
Oleh
Sifa
Razana (1604026037)
Eviyatul
Liyana (1604026055)
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Al-qur’an
merupakan mukjizat besar nabi Muhammad SAW. Al-qur’an mempunyai peranan yang
sangat penting untuk keberlangsungna umat manusia di dunia. Semua persoalan
manusia di dunia sebagia besar dapat ditemukan jawabannya di Al-qur’an. Oleh
karenanya al-qur’an diyakini sebgai firman Allah yang menjadi sumber hukum
islam pertama sebelum hadits serta menjadi sumber ajaran bagi agama islam.
Kewajiban
manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, mengkhayati, mengamalkan ajaran
al-qur’an secara keseluruhan, serta mendakwahkannya. Jika kita memang
benar-benar beriman kepada Allah atau mengaku muslim membacanya saja sudah
berpahala, bahkan kata nabi SAW satu huruf mengandung 10 pahala.
Al-qur’an
merupakan sumber hukum dalam islam, sumber dalam artian ini hanya dapat
digunakan untuk al-qur’an maupun sunnah, karena dari keduanya merupakan wadah
yang dapat ditimba hukum syara’. Apabila terdapapt sesuatu kejadian, maka
pertama kali yang dicari sumber hukum dalam al-qur’an.
- Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dalil hukum?
2.
Apa pengertian
Al-qur’an?
3.
Bagaimana
Al-qur’an dijadikan sebagai sumber hukum ?
- Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui dalil
hukum
2.
Mengetahui
pengertian al-qur’an
3.
Menegtahui
al-qur’an sebagai sumber hukum
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Pengertian dalil hukum
Dalil
secara etimologis berarti sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada yang
dirasakan atau yang dipahami. Sedangkan secara terminology ushul fiqh, dalil
hukum adalah :
ما يستدل بالنظر الصحيح
فيه على حكم شرعي عملي على سبيل القطع او الظن وادلة الاحكام, واصول الاحكام,
والمصادر التشريعية للاحكام, الفاظ مترادفة معناها واحد
“dalil adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk yang
dengan menggunakan pemikiran yang benar untuk menetapkan hukum syara’ yang
bersifat amaly, baik secara qath’I maupun dzanny. Dalil hukum, ushulul ahkam,
almashadir al-tasyri’iyah li al-ahkam. Lafadz-lafadz tersebut memiliki arti
yang sama.” [1]
Keberadaan
dalil dan sumber hukum islam merupakan suatu yang sangat penting. Sebab, ia
menyediakan bahan baku sekaligus dapur tempat memasak hukum islam. Semua produk
hukum islam yang dihasilkan pasti menggunakan bahan baku dan dimasak melalui
dapur tersebut. Tidak ada satu produk hukum pun yang tidak menggunakan bahan
baku tersebut. Demikian tidak satupun produk hukum islam yang tidak dimasaka
melalui dapur tersebut, yang menyediakan bahan baku adalah Alqur’an dan Hadits,
dapur tempat memasaknya adalah dalil-dalil lain yang digunakan untuk menggali
hukum islam.[2]
Sumber
hukum yang disepakati oleh ulama ushul fikih tentang sumber hukum (al-‘adillah
al-syar’iyah) yaitu ada empat, diantaranya :
1.
Al-qur’an
2.
As-sunnah
3.
Ijma’
4.
Qiyas
Dasar
yang digunakan oleh mereka adalah firman Allah dalam surah An-nisa (4):59:
يَأَيُّهَا
الَّذِينَ ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرّسول وأولى الأمر منكم فإن تنزعتم فى شىء
فردّوه إلى الله والرّسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذالك خير وأحسن
تأويلا
“hai
orang-orang yang beriman taatilah Allah dan RasulNya dal ulil amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-qur’an) dan Rasul (SunnahNya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan baik
akibatnya".
Yang
dimaksud dengan perintah taat kepada Allah adlah perintah mentaati Al-qur’an
dan inis ebagai sumber hukum islam yang pertama. Yang dimaksud taat kepadfa
Rasul SAW perintah mentaati sunnah rasul sebagai sumber hukum islam yang kedua.
Yang dimaksud perintah mentaati ulil amri adalah perintah menguikuti ijma’ dan
ini sebagai sumber hukum islam yang ketiga. Dan yang terakhir yang dimaksud
perintah kembali kepada Allah dan Rasulnya, bila terjadi perselisihan maksudnya
adalah menggunakan qiyas dan ini adalam sumber hukum yang keempat.
2.
Pengertin
Al-qur’an
Secara
etimologis, terdapat berbagai dikalangan ulama tentang asal usul kata
al-qur’an. Menurut imam syafi’I kata القران tidak berasal dari kata apapun, nama tersebut
diciptakan oleh Allah untuk menamakan kitab sucinya sebagaimana injil dan
taurakt yang tidak berasal dari kata apapun. Kata القران
berasal dari kata قرأyang
memiliki arti bacaan atau membaca sehingga berarti sesuatu bacaan yang dibaca.
Secara
terminologis sebagaimana disepakati oleh para ulama ushul fikih, ahli fikih dan
para ahli bahasa, al-qur’an adalah:
القران هو كلام الله
تعالى المعجز المترل على محمد صلى الله عليه وسلم باللفظ العربي المنقول إلينا بالتواتر
المكتوب في المصاحف المتعبد بتلاوته المبدء بالفاتحة والمختوم بسورة الناس
"kalam Allah yang
mengandung mu’jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dalam bahasa arab
dinukilkan kepada generasi selanjutnya secara mutawatir, terdapat dalam mushaf,
membacanya merupakan ibadah, dan dimulai dari surat al-fatihah ditutup dengan
surah an-nas". [3]
Menurut
Abdul whab kholaf, alqur’an adalah kalamullah yang diturunkan oleh Allah
melalui malaikat jibril kedalam hati rasulullah. Dalam bahasa arab berikut
maknanya yang benar, untuk menjadi hujah bagi rasulullah, bahwa beliau itu
utusanNya, sebgai undang-undang bagi manusia, sebagai petunjuk, sebagai
pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya, dan dikodifikasi dalam satu
mushaf, dimulai surat al-fatihah dan diakhiri surah an-nas, diriwayatkan secara
mutawatir secara tulisan maupun lisan, terjaga dari perubahan dan penggantian
dan sebagai pembenar[4]
dari firman Allah dalam surah al=hajar (15);9:
إنّا نحن نزّلنا الذّكر
وإنّا له لحافظون
“sesungguhnya kami yang menurunkan al-qur;’an dan kami juga yang
,menjaganya”.
Al-quran merupakan firman Allah yang
wahyu Allah yang diturunkan dalam bentuk
bahasanya. Oleh karenanya wahyu yang dijabarkan oleh bahasa Nabi sendiri bukan
disebut Al-quran, tetapi Hadis atau Sunah, dan hadis ini menjadi sumber hukum
kedua setelah Al-quran. Al-quran mengandung
nilai mu’jizat yang mampu menghadapi segala tantangan pada setiap masa,
karena Al-quran dari isinya merupakan
firman Allah langsung maka tidak diragukan lagi sisi kemurnian dan kualitasnya,
karena tidak aka nada yang mampu menandingi, memalsukan atau mengganti isi
Al-quran. Hal ini yang menjadikan Al-quran sebagai sumber hukum yang pertama
yang menjadi rujukan pertama dari setiap masalah.
3.
Al-qur’an
sebagai sumber hukum
Menurut
Abdul Wahab Khallaf, kehujahan Al-quran
terletak kepada kebenaran dan
kepastian isinya yang sedikit pun tidak ada keraguan atasnya
dengan kata lain, Al-quran benra-benar dari Allah Swt yang dinukilkan secra qothi(pasti),
oleh karena itu hukum-hukum yang
terkandung dalam Al-quran wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa[5].
Al-quran sebagai sumber
hukum menempati posisi utama sesuai yang
telah ditetapkan dalm surah An-nisa (4):59:
يَأَيُّهَا
الَّذِينَ ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرّسول وأولى الأمر منكم فإن تنزعتم فى شىء
فردّوه إلى الله والرّسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذالك خير وأحسن
تأويلا
“hai
orang-orang yang beriman taatilah Allah dan RasulNya dal ulil amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al-qur’an) dan Rasul (SunnahNya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan baik akibatnya".
Bukan
karena unsur doktrin melainkan karena
faktor penting lain yang
menjadikannya sangat urgen untuk dikaji secra kritis dan logis, baik dari segi
bahasa dan sastra maupun
isi/kandungannya yang mencakup secara umum
segala aspek kehidupan termasuk tatanan hukum dan
perundangan-perundangan.
Al-quran merupakan
petunjuk Allah yang diberikan kepada
manusia sebagai pedoman dalam
melaksanakan seluruh tugasnnya. Petunjuk itu memberikan
penjelasa-penjelasan ke-arah yang
dibutuhkan manusia dan alaam itu
sendiri, Namun petunjuk-petunjuk itu
bersifat global(mujmal).[6]
Sisi-sisi
Hukum dalam Al-quran
Sebagai sumber hukum
yang utama, maka Al-quran memuat
sisi-sisi hukum yang mencakup berbgai bidang. Secara garis besar Al-quran memmuat tiga sisi pokok hukum
yaitu:
a.
Hukum-hukum
I’tiqadiyah, yakni hukum-hukum yang berhubungan dengan kewajiban mukalaf, meliputi keimanan rukun
iman.
b. Hukum-hukum
Moral/ahlak, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan perilaku orang mukalaf
guna menghiasi dirinya dengan
sifat-sifat keutamaan/fadail a’mal dan menjauhkan dirinya dari segala sifat tercela
yang menyebabkan kehinaan.
c. Hukum-hukum
amaliyah, yakni segala aturan hukum yang berkaitan dengan segala perbuatan,
perjanjian dan muamalah sesame manusia. Segi hukum ketiga inilah
yang lazimnya disebut dengan Fiqh Al-quran
Dan
itulah yang dicapai dan dikembangkan oleh ilmu ushul fikih.
Hukum-hukum
amaliyah dalam al-qur’an diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1.
Hukum-hukum
ibadah meliputi sholat, puasa, zakat, haji, dll. Hukum ini dibuat untuk
hubungan manusia kepada Allah.
2.
Hukum muamalah
meliputi segala bentuk transaksi kebendaan, jinayat /pidana, hukum ini
diciprtakan guna mengatur hubungan sesame manusia yang individu maupun sosial.
Menurut
syariat islam hukum muamalat memiliki istilah yang beraneka ragam, yaitu :
a.
Ahwalu syahsiyah
(hukum kekeluargaan) ayat-ayat alqur’an yang erat hubungannya dengan persolan
ini sekitar 70 ayat.
b.
Ahkam madaniyah
(hukum-hukum privat) yaitu hukum yang berhubungan dengan ham yang terkait
dengan kebendaan dan jasa, seperti jual beli, perserikatan niaga, sewa menyewa,
dsb. Didalam alqur’an terdapata 70 ayat.
c.
Ahkam jinayah
(pidana) tujuan dan peraturan ini adalah memelihara kehidupan manusia, terdapat
dalam alqur’an sekitar 30 ayat.
d.
Ahkam
al-murafa’at (hukum acara) berkaitan dengan masalah peradilan persaksian
pembuktian dsb. Bertujuan untuk menegakkan keadilan dimasyarakat, terdapat
dalam alqur’an sekitar 13 ayat.
e.
Ahkam
dusturiyyah hukum yang terkait dengan pola pembuatan undang-undang yang
bertujuan guna menjamin hak-hak individu dan sosial serta mengatur hubungan
penguasa dan rakyat atau disebut dengan hukum tata usaha negara. Terdapat dalam
al-qur’an 10 ayat.
f.
Ahkam dauliyah
(hukum internasional) yang mengatur hubungan antar negara dalam hal perdamaian,
kemanan, perekonomian, kebudayaan, dsb. Ayat-ayatnya sekitar 25.
g.
Ahkam
iqtisadiyah dan Maliyah mengatur tentang sumber-sumber perekonomian dan
keuangan antar pemerintah dan kewarganegara, ayat-ayatnya 10 ayat.
Alqur’an
sebagai sumber hukum menurut imam madzhab :
1.
Imam Abu Hanifah
Imam
Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama’ bahwa Al-qur’an merupakan sumber
hukum islam. Akan tetapi imam Abu Hanifah berpendapat bahwa al-qur’an itu
mencakup maknanya saja, diantara dalil yang menunjukkan pendapat imam Abu
Hanifah tersebut bahwa dia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain
arab.
2.
Imam Malik
Imam
Malik berpendapat bahwa hakikat al-qur’an adalah kalam Allah yang lafadz dan
maknanya berasal dari Allah SWT. Sebagai sumber hukum islam, dan dia
berpendapat bahwa al-qur’an itu bukan makhluk, karena kalam Allah termasuk
sifat Allah. Imam Malik menentang orang-orang yang menafsirkan al-qur’an secara
murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata, “seandainya aku mempunyai
wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan al-qur’an (dengan daya nalar
murni) maka akan kupenggal leher orang itu”.
Dengan
demikian imam Malik mengikuti ulama salaf yang membatasi pembahasan al-qur’an
sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan terhadap Allah
SWT. Dan imam Malik mengikuti mereka dalam menggunakan ra’yu. Berdasar ayat 7
surat al-imran, petunjuk lafadz yang terdapat dalam al-qur’an terdapat dua
macam yaitu :
Ø Ayat
muhkamat, adalah ayat yang terang dan tegas serta dapat dipahami dnegan mudah.
Muhkamat terbagi dalam dua bagian yaitu Lafadz nash dan Lafadz zahir.
Lafadz nash adalah lafadz yang menunjukkan makana jelas dan tegas (qath’i)
yang secara pasti tidak memiliki makna lain. Lafadz zahir adalah lafadz
yang menunjukkan makna jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna lain.
Ø Ayat
mutasyabihat, adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak
dapat ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.
3.
Imam Syafi’I
Imam
Syafi’I berpendapat bahwa al-qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling
pokok, dan beranggapan bahwa al-qur’an tidak bisa dilepaskan dari as-sunnah
karena hubungan antara keduanya berada pada satu martabat, satu martabat disini
bukan berarti al-qur’an dan as-sunnah sama tetapi kedudukan as-sunnah itu
adalah sumber hukum setelah al-qur’an yang mana keduanya sama berasal dari
Allah.
4.
Imam Ahmad bin
Hambal
Imam
Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa al-qur’an sebgai sumber pokok hukum islam,
yang tidak akan berubah sepanjang masa. Al-qur’an juga mengandung hukum-hukum
yang bersifat global. Sehingga al-qur’an tidak bisa dipisahkan dengan as-sunnah
karena as-sunnah merupakan penjelas dari al-qur’an. Dalam penafsiran terhadap
al-qur’an imam Ahmad sangat memntingkan penafsiran yang datangnya dari
as-sunnah dan sikapnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
Ø Sesungguhnya
dzahir al-qur’an tidak mendahului as-sunnah
Ø Rasulullah
saw. Yang berhak menafsirkan sl-qur’an, maka tidak ada seorangpun yang berhak
menafsirkan atau menakwilkan al-qur’an karena as-sunnah telah cukup menafsirkan
dan menjelaskannya.
Ø Jika
tidak ditemukan penafsiran dari nabi, maka dengan penafsiran para sahabatlah
yang dipakai. Karena merekealah yang menyaksikan turunya al-qur’an dan yang
lebih mengetahui as-sunnah yang merekan gunakan menafsirkan al-qur’an.
Petunujuk
(dilalah) Al-qur’an
Semua
bersepakat untuk menyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-qur’an yang terhimpun
dalam mushaf dan dibaca kaum muslimin diseluruh penjuru dunia dewasa ini adalah
sama tanpa sedikit perbedaan dengan yang diterima Nabi Muhammad SAW. Melalui
malaikat jibril. Al-qur’an bersifat qath’I al-tsubut, qath’I ad-dilalah, dan
dzani ad-dilalah.
Alqur’an
qath’I al-tsubut, hakikatnya merupakan salah satu apa yang dikenal dengan
istilah ma’lum min al-din bi adh-dharurah (sesuatu yang sangat jelas,
aksiometrik, dalam ajaran agama islam).
Qath’I
ad-dalalah adalah lafad yang artinya sudah dipahami dengan jelas, tidak
menerima interpretasi lain, selain makana itu. Contohnya dalam firman Allah
dalam surah an-nur (24);4:
والذين يرمون المحصنات
ثمّ لم يأتوا بأربعة شهداء فاجلدوهم ثمانين جلدة ولا تقبلوا لهم شهادة أبدا وأولئك
هم الفسقون
“dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan emapt orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan kali puluh dera, dan jangnlah kamu terima kesaksian mereka buat
selam-lamanya, dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.
Dzani
ad-dilaalh adalah ayat yang mempunyai makna lain selain makan tersebut atau
lafal yang dapat diinterpretasikan lain. Contohnya ayat dalam surat al-baqarah
(2);228;
والمطلّقات يتربّصن
بأنفسهنّ ثلاثة قروء ولا يحلّ لهنّ أن يكتمن ما خلق الله في أرحامهنّ إن كنّ يؤمنّ
بالله واليوم الأخر وبعولتنّ أحقّ بردّهنّ فى ذالك إن أرادوا إصلاحا ولهنّ مثل
الّذى عليهنّ بالمعروف وللرّجال عليهنّ درجة والله عزيز حكيم.
“wanita-wanita
yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suami berhak merujukinya dalam
masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan
Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.
Bahasa
Hukum dalam Al-Quran
a.
Lafaz musytarak
Adalah
suatu kata yang memiliki makna ganda dan
mempunyai fungsi pengertian yang
beraneka ragam. Ayat hukum yang konteks kalimatnya seperti ini akan menimbulkan banyak
interpretasi, sehingga akan terjadi beberapa rumusan hukum yang beragam.
b.
Lafaz ‘Am
Suatu
lafaz yang mempunyai arti umum, yakini menunjukkan cakupan bagi seluruh unsur
yang termasuk dalam pengertian kata tersebut. Al-‘Am ini dapat terjadi dalm bentuk-bentuk sebagi berikut:
1.
Lafaz kullun yang menunjukan arti umum, dan jami’un
yang artinya seluruh
2.
Lafaz Mufrad
atau jama’ yang dima’rifah dengan sejenisnya
atau dengan cara diafah.
3.
Isim maushuالذين, التي
4.
Isim isyaroh
5.
Isim nakirah
dalam redaksi kalimat negatif
6.
Lafaz Mutlaq
adalah suatu lafadz yang menunjukkan suatu hakikat makna tanpa adanya batasan
apapun yang dapat mempersempit makna tersebut.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
- Kesimpulan
Dalam
kehidupan manusia membutuhkan panduan yang mengatut tata laku kehidupan,
panduan tersebut menentukan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan. Jika penduan tersebut dilanggar, kosekuensinya hukuman. Panduan
kehidupan tersebut terdapat dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Al-qur’an dan
As-sunah tidak bisa berbicara sendiri, keduanya memerlukan penafsiran. Penafsiran
ini diemban oleh akal.
Al-qur’an
merupakan sumber hukum islam utama. Al-qur’an merupakan pedoman palinmg
otoritatif bagi umat islam, sehingga hukum-hukumnya adalah undang-undang yang
harus diikuti dan ditaati.
[1] Dr.Mardani, Ushul Fiqh,
Jakarta : Rajawali Pers, 2013, cet-ke1, hlm. 99-100
[3] Moh. Shofiyul Huda MF, Ushul
Fiqh, Kediri : STAIN Kediri Press, 2009, hlm. 79-80
[4] Dr.Mardani, Ushul Fiqh,
Jakarta : Rajawali Pers, 2013, cet-ke1, hlm. 107
[5] Dr.Mardani, Ushul Fiqh,
Jakarta : Rajawali Pers, 2013, cet-ke1, hlm. 117
[6] H. Ma’mun Efendi Nur, Ph.
D, Konsep Fiqh dalam Al-qur’an dan Al-Hadits, Semarang : CV. Bima
Sejati, 2006, hlm. 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar