Sabtu, 03 Juni 2017

MAKALAH "Muahmmad Abduh dan Pokok Pemikirannya



MAKALAH
PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH
Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Kalam




Disusun oleh
Nama   : Affan Ghifary (1604026052)
Nama   : Evi Yatul Liyana (1604026051)


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Mempelajari mata kuliah ilmu kalam merupakan salah satu komponen utama rukun iman. Pertama, nutqun bi al-lisani (mengucapkan dengan lisan),  ‘amalun bi al-arkani (melaksanakan sesuai dengan rukun-rukun), dan tashdiqun bi al-qalbi (membenarkan dalam hati). Agar keyakinan itu dapat tumbuh dengan kukuhnya, para ulama dahulu dan telah melakukan kajian secara mendalam. Untuk menjadikan ucapan lisan secara meyakinkan dan kukuh diperlukan ilmunya, yaitu ilmu tauhid, ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Pada gilirannya dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang berlaku saatnya, ilmu tauhid telah berkembang menjadi ilmu kalam. Sejalan dengan berkembangnya peradaban Islam di dunia, maka muncullah pembaharu-pembaharu muslim dengan membawa cirri khas pemikirannya. Salah satunya Muhammad Abduh merupakan tokoh pembaharu Islam dengan pemikirannya yang juga berpengaruh di Indonesia.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana riwayat hidup Muhammad Abduh ?
2.         Bagaimana pemikiran Muhammad Abduh ?
3.         Bagaiaman pengaruh pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia ?

C.      Tujuan Penulisan
1.         Mengetahui mengenai riwayat hidup Muhammad Abduh
2.         Mengetahui pemikiran Muhammad Abduh
3.         Mengetahui pengaruh pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia




BAB II
PEMBAHASAN

1.        Riwayat hidup Muhammad Abduh

Syeikh Muhammad Abduh  seorang putera Mesir yang  lahir di Delta Mesir pada 1849 M/1266 H. Ayahnya bernama Abduh bin Hassan Khirallah, seorang yang terpandang dari golongan petani, Ibunya bernama Junainah.  Muhammad Abduh merupakan sosok yang  rajin dan cerdas, ia hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk belajar Al-Quran yakni di usia 12 tahun ia telah hafal Al-Quran diluar kepala. Pada umur  13 tahun Muhammad Abduh dikirim  ke Tanta untuk memperdalam Al-Quran di Masjid Ahmadi,  bersama pamannya ia belajar tasawuf dan menelaah buku tasawuf hingga akhirnya ia dijuluki seorang Sufi.
Muhammad Abduh   meneruskan perjalanannya ke masjid Al-Azhar disamping itu dia juga belajar mandiri dengan memmbaca buku-buku  yang ia minati. Ia belajar privatdengan  Syaikh  Hasan Al-Kamil dan Syaikh Al-Basuni dalam bidang sastra  dan bahasa arab. Muhammad Abduh  juga belajar filsafat  dengan Syaikh Hasan  At-Thawail. Jamaludin Al-Afghani  merupakan salah satu gurunya yang sangat dikagumi pemikirannya . Ia  tamat belajar di Al-Azhar  pada atahu 1887 kemudian diangkat menjadi dosen disana. Namun  karena usahanya  untuk mengadakan perbaikan, sedang atasan dan para  dosen senior tidak setuju karena takut tergeser  kedudukannya sehingga dibenci oleh rekan-rekannya. Demi menyalurkan aspirasinya, makaia juga turut mengajar  pada perguruan Darul Ulum, Darul Ulum ini dididirikan oleh  Perdana Menteri Riad Pasha sebagai tandingan Al-Azhar.
Tatkala  pemerintahan Mesir berganti dengan yang lebih ketat yaitu Reaksione Tufiq Paha pada 1879, Jamaluddin terkena tindakan disiplin, sehingga  beliau diusir dari Mesir, karena  pemberitaan tentang pembongkaran pemborosan keuangan  Negara demikian halnya dengan Muhammad Abduh   juga diusir dari Mesir. Setahun kemudian ia kembalike Mesir, dimana ia memimpin menjadi  majallah Al-Waqi’ Al-Misriyah dengan dibantu oleh Saad Zaglul.  Ketika terjadi pemberontakan Urabi Pasha pada1882, Abduh dituduh terlibat sehingga ia  kembali diusir dari Mesir menuju Bairut dan disana ia mengajar di Perguruan Sulthaniyyah.
Muhammad Abduh   pergi ke Perancis atas ajakan Jamaluddin pada 1884,  dimanakeduanya menerbitkan majalah  yang terkenal “Ar-Urwatul Wustqo” yang merupakan  realisasi  dan media pemikirannnya utuk  mengadakan usaha bagi kesadaran umat Islam sedunia, terutama  atas ancaman dari kaum Imprealis Barat. Pada tahun 1889 Juni, beliau telah kembali dari pembuagannya diangakat menjadi Mufti besar di Mesir. Disamping tugasnya yaitu memberi jawaban-jawaban atas pertanyaan pemerintah, juga masyarakat awam  serta  memeberi fatwa  kepada  masayarakat yang dianggap penting. Diantara fatwanya  yang penting  adalah supaya  kaum muslimin  berpikiran merdeka dan penuh  toleransi, meninggalkan taqlid, mempertemukan  antara ruhul islam dengan kebudayaan  modern.
Banyak rencana  dan citra-citanya yang karena berbagai sebab tidak dapat dilaksanakan, namun  murid-muridnya melanjutkan  danmenyelesaikan  cita-citanya yang pernah terbengkalai, anatara lain Muhammad Rasyid Ridho menyelasikan kitab tafsirnya, Al-Manar   beliau juga bercita-cita untuk  mengunjungi   berbagai  negeri Islam  untuk dapat menyaksikan  situasi sebenarnya daripada kaum muslimin, sehingga  mengetahui apa obat yang dapat menyembuhkan  untuk penyakitnya.  Namun tidak semua  rencanannya terkabul, karena penyakit kankernya  kambuh dan ia meninggaldunia di Iskandariyah  pada Selasa, 11 juni 1909 M  atau 8 Jumadil  Ula 1323 H.

2.        Pokok-pokok  Pemikiran Muhammad Abduh
Dalam bukunya  Risalah Tauhid. Ia memberi ta’rif tauhid yaitu ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat-sifat yang wajib pada-Nya dan sifat yang boleh disifatkan dan sifat yang wajib di luar daripada-Nya.
Menurut Gibb, ketika melukiskan riwayat hidup Muhammad Abduh menyatakan pokok pemikirannya dapat diuraikan ke dalam 4 masalah pokok  :
1.      Mensucikan Islam dari pengaruh yang salah (bid’ah) yang ini menyangkut aspek theologi.
2.      Pembaharuan pendidikan yang lebih tinggi bagi kaum muslimin. Hal ini menyangkut aspek pembaharuan pendidikan.
3.      Pembaharuan rumusan ajaran islam menurut alam pikiran modern. Hal ini menyangkut aspek hukum dan kemasyarakatan.
4.      Pembelaan Islam terhadap pengaruh Barat. Hal ini menyangkut masalah nasional dan poitik.
Mengingat yang dibicarakan disini adalah masalah theologi, maka hanya aspek theologi saja yang akan dibicarakan. Dalam aspek aqidah atau theologi :
a.       Usaha untuk membebaskan ummat Islam dari kepercayaan Jabariyah. Supaya rakyat percaya kepada kudrat dan ikhtiyar dan hanya ada taktif, menolak adanya bid’ah dan khurafat.
b.      Memberikan pengertian kepada kaum muslimin, bahwa akal adalah ni’mat dari Allah, waji disesuaikan dan berjalan berdampingan dengan agama Allah dan risalahnya kepada ummat manusia. Sesungguhnya melupakan akal merupakan kekufuran ni’mat.
Pemikiran kalam Abduh meliputi beberapa hal, yaitu masalah perbuatan manusia, qada’-qadar, dan sifat-sifat Allah. Bagi Abduh, manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih perbuatannya, karena didukung oleh tiga unsur, yaitu: akal, kemauan dan daya. Ketiganya merupakan ciptaan Tuhan bagi manusia yang dapat dipergunakan dengan bebas (Abduh, Risalah al-Tauhid, 1965:5). Akal dan kebebasan adalah natur manusia yang merupakan keistimewaan yang dimilikinya dan tidak terdapat pada makhluk lain. Kalau salah satu di antara keduanya hilang, maka ia tidak lagi bernama manusia, tapi mungkin berupa malaikat atau mungkin pula binatang. Kebebasan yang dimaksud Abduh bukanlah tanpa batas atau kebebasan yang bersifat absolut.Batas dimaksud adalah karena lalai (taqshir) dan karena sebab alam (al-asbab al-kaumiyah), yaitu peristiwa alam yang tidak terduga.Manusia melakukan perbuatan dengan daya dan kemampuannya, namun kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjad. Dalam keterangannya yang lain ia menyebutkan bahwa kekuasaan Allah tersebut adalah dalam menciptakan sunnatullah. Sunnatullah adalah tempat pengembalian semua yang terjadi di alam ini.
Menurut Abduh dengan akal manusia dapat:
1)      Mengetahui Allah SWT, dan sifat-sifat-Nya.
2)      Mengetahui adanya hidup di akhirat.
3)      Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Allah SWT dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak mengenal Allah SWT dan pada perbuatan jahat.
4)      Mengetahui wajibnya manusia mengenal Allah SWT.
5)      Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya dia menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaannya di akhirat.
6)      Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
Dengan demikian, wahyu menolong akal untuk mengetahui alam akhirat dan keadaan hidup manusia di sana. Wahyu selanjutnya menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum yang dibawanya.Wahyu membawa syariat yang mendorong manusia untuk melaksanakan kewajiban seperti kejujuran, berkata benar, menepati janji, dan sebagainya. Maka dari itu ia mengatakan bahwa Islam itu agama akal.
Perihal Jabariyah, beliau menyatakan bahwa mengikuti suatu madzhab secara mutlak mempunyai kaitan dengan kepribadian ilmiah yang lemah. Hal ini tidak sejalan dengan kepribadian islam yang pertama. Menurutnya aqidah Jabariyah bukan hanya menimbulkan perasaan seseorang merasa lemah dihadapan Tuhan, tetapi merasa lemah pula di hadapan manusia. Mengikuti Jabariyah dinilai sebagai seorang mu’min yang negative didalam hidup yang selalu bersandar kepada orang lain.
Ia  menentang taqlid, oleh karena itu ia berusaha membebaskan ummat dari taqlid dan menghidupkan kembali ijtihad. Ia berpendapat bahwa islam yang dianut orang-orang pada zamannya, bukan lagi islam yang sebenarnya, dan inilah salah satu sebab kemunduran islam. Untuk dapat maju, umat islam harus kembali kepada islam yang asli, sebagaimana dipraktekkan ummat di zaman Nabi.
Tentang Iman, ia menyatakan bahwa iman akan menimbulkan pengaruh yang nyata pada jiwa dan perbuatan kebajikan. Iman haruslah dengan ilmu yang benar, yang menguasai akal dengan keterangan dan jiwa kepatuhan, sehingga jadilah Allah dan Rasul-Nya lebih mulia dari pada lainnya, serta perintah keduanya lebih diutamakan dari pada yang lain.
Tentang syirik, ia memandang sama konserfatifnya dengan pandangan kaum Wahabi yang lain. Yang disebut syirik adalah percaya pada adanya yang memberi bekas, dan percaya pada yang memberi bekas lain itulah yang mutlak selain Allah. Dalam hal ini ia berpandangan bahwa ada orang-orang yang menyembah berhala, meminta-minta batu dan pohon-pohon sebagai penyembuh sakit, pemberii kemenangan dan seterusnya, tetapi ia sendiri mempercayai do’a. Tampaknya pandangan ia tentang masalah Ini juga hampir sama dengan kaum wahabi, kesamaan ini dapat dibenarkan ketika dalam Al-Manar sendiri, ia bersama Rasyid Ridha mengikuti pendapat salafnya Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim.
Selanjutnya ia membedakan antara wahyu dan ilham. Ilham ialah perasaan (wujdan) yang dirasai dengan yakin oleh jiwa yang tunduk kepadanya dengan tiada mengetahui dari mana datangnya. Sedangkan wahyu hanya disampaikan kepada orang pilihan dan yang dimulyakan, dipelihara dari pada dusta dan dosa , budi mereka dilindungi daripada cacat dan cela.
Sejak dahulu ummat islam sudah percaya adanya karomah yang dimiliki seorang wali., mereka mencapai derajat itu karena ketaatan, kebaktian dan ibadahnya yang tak putus-putus, sehingga Tuhan memberinya ilmu ghaib serta dapat melakukan sesuatu yang luar biasa (karomah). Karena kepercayaan bahwa mereka dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, mereka percaya bahwa syafaat wali kepada Allah ada kekuasaannya, sehingga dengan demikian banyak orang melakukan ziarah kubur, meminta berkah dan syafaat daripadanya.
Tentang syafaat ia menjelaskan, bahwa syafaat tidak sebagaimana yang dipahami oleh oran awam, yaitu seseorang yang memintakan untuk orang lainsupaya dimaafkan dosanya atau diringankan dosanya. Jika syafaat diartikan seperti itu, berarti Tuhan tidak melaksanakan Iradahnya atau ada yang dapat mencegah Iradahnya Tuhan. Menurutnya syafaat adalah bahwa Allah mengetahui dan menghendaki tidak akan menghukum seseorang yang berdosa, dengan sifat kemurahan-Nya, kasih dan sayang-Nya, sehingga Tuhan akan memberi maaf kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

3.        Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh di Indonesia
Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh melahirkan gerakan Muhammadiyah, yang bergerak dalam bidang pendidikan, kesehatan dan sosial, Gerakan Al-Irsyad di kalangan keturunan Arab yang dipimpin oleh Ahmad Surkati, Haji Agus Salim dengan Sarikat Islam, demikian pula kongres Islam Hindia disebut juga karena pengaruh Muhammad Abduh.
Demikianlah Muhammad Abduh sebagai ulama besar, yang telah berusaha membangun kehidupan dunia Islam.Namun beliau tidak beruntung dapat melihat hasil usahanya itu berbuah, tatkala fajar zaman baru mulai menyingsing.









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pemikiran kalam Abduh meliputi beberapa hal, yaitu masalah perbuatan manusia, qada’-qadar, dan sifat-sifat Allah. Bagi Abduh, manusia adalah makhluk yang bebas dalam memilih perbuatannya, karena didukung oleh tiga unsur, yaitu: akal, kemauan dan daya.
Selain itu, selain dalam pemikirannya, Muhammad Abduh juga mengembangkan dalam hal pendidikan Islam.Yang sampai sekarang masih kita rasakan begitu perkembangannya.




















DAFTAR PUSTAKA

Ishaak, Muslim. 1988. Sejarah Perkembangan Theologi Islam. Semarang:
Duta Grafika.
Assegaf, Abd. Rachman.2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam.Jakarta: RajaGrafindo.
A. Nasir, Sahilun. 2012. Pemikiran Kalam(Teologi Islam). Jakarta: RajaGrafindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar