Rabu, 07 Juni 2017

Makalah Ushul Fiqh "Al-Quran Sumber Hukum Pertama"



SUMBER HUKUM PERTAMA “AL-QUR’AN”
                                                 MAKALAH           
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ushul Fikih
Dosen pengampu : Bapak Mishbah Khoiruddin Zuhry


Oleh
Sifa Razana                             (1604026037)
Eviyatul Liyana                       (1604026055)


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Al-qur’an merupakan mukjizat besar nabi Muhammad SAW. Al-qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungna umat manusia di dunia. Semua persoalan manusia di dunia sebagia besar dapat ditemukan jawabannya di Al-qur’an. Oleh karenanya al-qur’an diyakini sebgai firman Allah yang menjadi sumber hukum islam pertama sebelum hadits serta menjadi sumber ajaran bagi agama islam.
Kewajiban manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, mengkhayati, mengamalkan ajaran al-qur’an secara keseluruhan, serta mendakwahkannya. Jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah atau mengaku muslim membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata nabi SAW satu huruf mengandung 10 pahala.
Al-qur’an merupakan sumber hukum dalam islam, sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk al-qur’an maupun sunnah, karena dari keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’. Apabila terdapapt sesuatu kejadian, maka pertama kali yang dicari sumber hukum dalam al-qur’an.
  1. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dalil hukum?
2.      Apa pengertian Al-qur’an?
3.      Bagaimana Al-qur’an dijadikan sebagai sumber hukum ?
  1. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui dalil hukum
2.      Mengetahui pengertian al-qur’an
3.      Menegtahui al-qur’an sebagai sumber hukum

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian dalil hukum
Dalil secara etimologis berarti sesuatu yang dapat memberi petunjuk kepada yang dirasakan atau yang dipahami. Sedangkan secara terminology ushul fiqh, dalil hukum adalah :
ما يستدل بالنظر الصحيح فيه على حكم شرعي عملي على سبيل القطع او الظن وادلة الاحكام, واصول الاحكام, والمصادر التشريعية للاحكام, الفاظ مترادفة معناها واحد  
“dalil adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk yang dengan menggunakan pemikiran yang benar untuk menetapkan hukum syara’ yang bersifat amaly, baik secara qath’I maupun dzanny. Dalil hukum, ushulul ahkam, almashadir al-tasyri’iyah li al-ahkam. Lafadz-lafadz tersebut memiliki arti yang sama. [1]
Keberadaan dalil dan sumber hukum islam merupakan suatu yang sangat penting. Sebab, ia menyediakan bahan baku sekaligus dapur tempat memasak hukum islam. Semua produk hukum islam yang dihasilkan pasti menggunakan bahan baku dan dimasak melalui dapur tersebut. Tidak ada satu produk hukum pun yang tidak menggunakan bahan baku tersebut. Demikian tidak satupun produk hukum islam yang tidak dimasaka melalui dapur tersebut, yang menyediakan bahan baku adalah Alqur’an dan Hadits, dapur tempat memasaknya adalah dalil-dalil lain yang digunakan untuk menggali hukum islam.[2]
Sumber hukum yang disepakati oleh ulama ushul fikih tentang sumber hukum (al-‘adillah al-syar’iyah) yaitu ada empat, diantaranya :
1.      Al-qur’an
2.      As-sunnah
3.      Ijma’
4.      Qiyas
Dasar yang digunakan oleh mereka adalah firman Allah dalam surah An-nisa (4):59:
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرّسول وأولى الأمر منكم فإن تنزعتم فى شىء فردّوه إلى الله والرّسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذالك خير وأحسن تأويلا
“hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan RasulNya dal ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-qur’an) dan Rasul (SunnahNya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan baik akibatnya".
Yang dimaksud dengan perintah taat kepada Allah adlah perintah mentaati Al-qur’an dan inis ebagai sumber hukum islam yang pertama. Yang dimaksud taat kepadfa Rasul SAW perintah mentaati sunnah rasul sebagai sumber hukum islam yang kedua. Yang dimaksud perintah mentaati ulil amri adalah perintah menguikuti ijma’ dan ini sebagai sumber hukum islam yang ketiga. Dan yang terakhir yang dimaksud perintah kembali kepada Allah dan Rasulnya, bila terjadi perselisihan maksudnya adalah menggunakan qiyas dan ini adalam sumber hukum yang keempat.

2.             Pengertin Al-qur’an
Secara etimologis, terdapat berbagai dikalangan ulama tentang asal usul kata al-qur’an. Menurut imam syafi’I kata القران  tidak berasal dari kata apapun, nama tersebut diciptakan oleh Allah untuk menamakan kitab sucinya sebagaimana injil dan taurakt yang tidak berasal dari kata apapun. Kata القران berasal dari kata  قرأyang memiliki arti bacaan atau membaca sehingga berarti sesuatu bacaan yang dibaca.
Secara terminologis sebagaimana disepakati oleh para ulama ushul fikih, ahli fikih dan para ahli bahasa, al-qur’an adalah:
القران هو كلام الله تعالى المعجز المترل على محمد صلى الله عليه وسلم باللفظ العربي المنقول إلينا بالتواتر المكتوب في المصاحف المتعبد بتلاوته المبدء بالفاتحة والمختوم بسورة الناس  
"kalam Allah yang mengandung mu’jizat, diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dalam bahasa arab dinukilkan kepada generasi selanjutnya secara mutawatir, terdapat dalam mushaf, membacanya merupakan ibadah, dan dimulai dari surat al-fatihah ditutup dengan surah an-nas". [3]
Menurut Abdul whab kholaf, alqur’an adalah kalamullah yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat jibril kedalam hati rasulullah. Dalam bahasa arab berikut maknanya yang benar, untuk menjadi hujah bagi rasulullah, bahwa beliau itu utusanNya, sebgai undang-undang bagi manusia, sebagai petunjuk, sebagai pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya, dan dikodifikasi dalam satu mushaf, dimulai surat al-fatihah dan diakhiri surah an-nas, diriwayatkan secara mutawatir secara tulisan maupun lisan, terjaga dari perubahan dan penggantian dan sebagai pembenar[4] dari firman Allah dalam surah al=hajar (15);9:
إنّا نحن نزّلنا الذّكر وإنّا له لحافظون
“sesungguhnya kami yang menurunkan al-qur;’an dan kami juga yang ,menjaganya”.
        Al-quran merupakan firman Allah yang wahyu  Allah yang diturunkan dalam bentuk bahasanya. Oleh karenanya wahyu yang dijabarkan oleh bahasa Nabi sendiri bukan disebut Al-quran, tetapi Hadis atau Sunah, dan hadis ini menjadi sumber hukum kedua setelah Al-quran. Al-quran mengandung  nilai mu’jizat yang mampu menghadapi segala tantangan pada setiap masa, karena  Al-quran dari isinya merupakan firman Allah langsung maka tidak diragukan lagi sisi kemurnian dan kualitasnya, karena tidak aka nada yang mampu menandingi, memalsukan atau mengganti isi Al-quran. Hal ini yang menjadikan Al-quran sebagai sumber hukum yang pertama yang menjadi rujukan pertama dari setiap masalah.

3.        Al-qur’an sebagai sumber hukum
Menurut Abdul Wahab Khallaf, kehujahan Al-quran  terletak kepada kebenaran  dan kepastian  isinya  yang sedikit pun tidak ada keraguan atasnya dengan kata lain, Al-quran benra-benar dari Allah Swt yang dinukilkan secra qothi(pasti), oleh karena itu  hukum-hukum yang terkandung   dalam Al-quran  wajib diikuti oleh manusia  sepanjang masa[5].
 Al-quran sebagai sumber hukum menempati posisi utama  sesuai yang telah ditetapkan dalm surah An-nisa (4):59:
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرّسول وأولى الأمر منكم فإن تنزعتم فى شىء فردّوه إلى الله والرّسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذالك خير وأحسن تأويلا

“hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan RasulNya dal ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-qur’an) dan Rasul (SunnahNya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan baik akibatnya".
Bukan karena unsur doktrin melainkan karena  faktor penting  lain yang menjadikannya sangat urgen untuk dikaji secra kritis dan logis, baik dari segi bahasa  dan sastra maupun isi/kandungannya yang mencakup secara umum  segala aspek kehidupan termasuk tatanan hukum dan perundangan-perundangan.
 Al-quran merupakan petunjuk Allah  yang diberikan kepada manusia sebagai pedoman  dalam melaksanakan seluruh tugasnnya. Petunjuk itu memberikan penjelasa-penjelasan  ke-arah yang dibutuhkan   manusia dan alaam itu sendiri, Namun petunjuk-petunjuk itu  bersifat    global(mujmal).[6]

Sisi-sisi Hukum dalam Al-quran
 Sebagai sumber hukum yang utama, maka Al-quran  memuat sisi-sisi hukum yang mencakup berbgai bidang. Secara garis  besar Al-quran memmuat tiga sisi pokok hukum yaitu:
a.       Hukum-hukum I’tiqadiyah, yakni hukum-hukum yang berhubungan dengan  kewajiban mukalaf, meliputi keimanan rukun iman.
b.      Hukum-hukum Moral/ahlak, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan perilaku orang mukalaf guna menghiasi dirinya dengan  sifat-sifat keutamaan/fadail a’mal dan menjauhkan  dirinya dari segala  sifat tercela  yang menyebabkan kehinaan.
c.       Hukum-hukum amaliyah, yakni segala aturan hukum yang berkaitan dengan segala perbuatan, perjanjian dan muamalah sesame manusia. Segi hukum  ketiga inilah  yang lazimnya disebut dengan Fiqh Al-quran
Dan itulah yang dicapai dan dikembangkan oleh ilmu ushul fikih.
Hukum-hukum amaliyah dalam al-qur’an diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1.      Hukum-hukum ibadah meliputi sholat, puasa, zakat, haji, dll. Hukum ini dibuat untuk hubungan manusia kepada Allah.
2.      Hukum muamalah meliputi segala bentuk transaksi kebendaan, jinayat /pidana, hukum ini diciprtakan guna mengatur hubungan sesame manusia yang individu maupun sosial.
Menurut syariat islam hukum muamalat memiliki istilah yang beraneka ragam, yaitu :
a.       Ahwalu syahsiyah (hukum kekeluargaan) ayat-ayat alqur’an yang erat hubungannya dengan persolan ini sekitar 70 ayat.
b.      Ahkam madaniyah (hukum-hukum privat) yaitu hukum yang berhubungan dengan ham yang terkait dengan kebendaan dan jasa, seperti jual beli, perserikatan niaga, sewa menyewa, dsb. Didalam alqur’an terdapata 70 ayat.
c.       Ahkam jinayah (pidana) tujuan dan peraturan ini adalah memelihara kehidupan manusia, terdapat dalam alqur’an sekitar 30 ayat.
d.      Ahkam al-murafa’at (hukum acara) berkaitan dengan masalah peradilan persaksian pembuktian dsb. Bertujuan untuk menegakkan keadilan dimasyarakat, terdapat dalam alqur’an sekitar 13 ayat.
e.       Ahkam dusturiyyah hukum yang terkait dengan pola pembuatan undang-undang yang bertujuan guna menjamin hak-hak individu dan sosial serta mengatur hubungan penguasa dan rakyat atau disebut dengan hukum tata usaha negara. Terdapat dalam al-qur’an 10 ayat.
f.       Ahkam dauliyah (hukum internasional) yang mengatur hubungan antar negara dalam hal perdamaian, kemanan, perekonomian, kebudayaan, dsb. Ayat-ayatnya sekitar 25.
g.      Ahkam iqtisadiyah dan Maliyah mengatur tentang sumber-sumber perekonomian dan keuangan antar pemerintah dan kewarganegara, ayat-ayatnya 10 ayat.
Alqur’an sebagai sumber hukum menurut imam madzhab :
1.      Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama’ bahwa Al-qur’an merupakan sumber hukum islam. Akan tetapi imam Abu Hanifah berpendapat bahwa al-qur’an itu mencakup maknanya saja, diantara dalil yang menunjukkan pendapat imam Abu Hanifah tersebut bahwa dia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa selain arab.
2.      Imam Malik
Imam Malik berpendapat bahwa hakikat al-qur’an adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya berasal dari Allah SWT. Sebagai sumber hukum islam, dan dia berpendapat bahwa al-qur’an itu bukan makhluk, karena kalam Allah termasuk sifat Allah. Imam Malik menentang orang-orang yang menafsirkan al-qur’an secara murni tanpa memakai atsar, sehingga beliau berkata, “seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh seseorang yang menafsirkan al-qur’an (dengan daya nalar murni) maka akan kupenggal leher orang itu”.
Dengan demikian imam Malik mengikuti ulama salaf yang membatasi pembahasan al-qur’an sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan terhadap Allah SWT. Dan imam Malik mengikuti mereka dalam menggunakan ra’yu. Berdasar ayat 7 surat al-imran, petunjuk lafadz yang terdapat dalam al-qur’an terdapat dua macam yaitu :
Ø  Ayat muhkamat, adalah ayat yang terang dan tegas serta dapat dipahami dnegan mudah. Muhkamat terbagi dalam dua bagian yaitu Lafadz nash dan Lafadz zahir. Lafadz nash adalah lafadz yang menunjukkan makana jelas dan tegas (qath’i) yang secara pasti tidak memiliki makna lain. Lafadz zahir adalah lafadz yang menunjukkan makna jelas, namun masih mempunyai kemungkinan makna lain.
Ø  Ayat mutasyabihat, adalah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yang tidak dapat ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.
3.      Imam Syafi’I
Imam Syafi’I berpendapat bahwa al-qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan beranggapan bahwa al-qur’an tidak bisa dilepaskan dari as-sunnah karena hubungan antara keduanya berada pada satu martabat, satu martabat disini bukan berarti al-qur’an dan as-sunnah sama tetapi kedudukan as-sunnah itu adalah sumber hukum setelah al-qur’an yang mana keduanya sama berasal dari Allah.
4.      Imam Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa al-qur’an sebgai sumber pokok hukum islam, yang tidak akan berubah sepanjang masa. Al-qur’an juga mengandung hukum-hukum yang bersifat global. Sehingga al-qur’an tidak bisa dipisahkan dengan as-sunnah karena as-sunnah merupakan penjelas dari al-qur’an. Dalam penafsiran terhadap al-qur’an imam Ahmad sangat memntingkan penafsiran yang datangnya dari as-sunnah dan sikapnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
Ø  Sesungguhnya dzahir al-qur’an tidak mendahului as-sunnah
Ø  Rasulullah saw. Yang berhak menafsirkan sl-qur’an, maka tidak ada seorangpun yang berhak menafsirkan atau menakwilkan al-qur’an karena as-sunnah telah cukup menafsirkan dan menjelaskannya.
Ø  Jika tidak ditemukan penafsiran dari nabi, maka dengan penafsiran para sahabatlah yang dipakai. Karena merekealah yang menyaksikan turunya al-qur’an dan yang lebih mengetahui as-sunnah yang merekan gunakan menafsirkan al-qur’an.

Petunujuk (dilalah) Al-qur’an
Semua bersepakat untuk menyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-qur’an yang terhimpun dalam mushaf dan dibaca kaum muslimin diseluruh penjuru dunia dewasa ini adalah sama tanpa sedikit perbedaan dengan yang diterima Nabi Muhammad SAW. Melalui malaikat jibril. Al-qur’an bersifat qath’I al-tsubut, qath’I ad-dilalah, dan dzani ad-dilalah.
Alqur’an qath’I al-tsubut, hakikatnya merupakan salah satu apa yang dikenal dengan istilah ma’lum min al-din bi adh-dharurah (sesuatu yang sangat jelas, aksiometrik, dalam ajaran agama islam).
Qath’I ad-dalalah adalah lafad yang artinya sudah dipahami dengan jelas, tidak menerima interpretasi lain, selain makana itu. Contohnya dalam firman Allah dalam surah an-nur (24);4:
والذين يرمون المحصنات ثمّ لم يأتوا بأربعة شهداء فاجلدوهم ثمانين جلدة ولا تقبلوا لهم شهادة أبدا وأولئك هم الفسقون
“dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan emapt orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan kali puluh dera, dan jangnlah kamu terima kesaksian mereka buat selam-lamanya, dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.
Dzani ad-dilaalh adalah ayat yang mempunyai makna lain selain makan tersebut atau lafal yang dapat diinterpretasikan lain. Contohnya ayat dalam surat al-baqarah (2);228; 
والمطلّقات يتربّصن بأنفسهنّ ثلاثة قروء ولا يحلّ لهنّ أن يكتمن ما خلق الله في أرحامهنّ إن كنّ يؤمنّ بالله واليوم الأخر وبعولتنّ أحقّ بردّهنّ فى ذالك إن أرادوا إصلاحا ولهنّ مثل الّذى عليهنّ بالمعروف وللرّجال عليهنّ درجة والله عزيز حكيم.
“wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suami berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.

Bahasa Hukum dalam Al-Quran
a.       Lafaz musytarak
Adalah suatu kata  yang memiliki makna ganda dan mempunyai fungsi pengertian  yang beraneka ragam. Ayat hukum yang konteks kalimatnya  seperti ini akan menimbulkan banyak interpretasi, sehingga akan terjadi beberapa rumusan hukum yang beragam.
b.      Lafaz ‘Am
Suatu lafaz yang mempunyai arti umum, yakini menunjukkan cakupan bagi seluruh unsur yang termasuk dalam pengertian kata tersebut. Al-‘Am ini dapat  terjadi dalm bentuk-bentuk sebagi berikut:
1.      Lafaz kullun  yang menunjukan arti umum, dan jami’un yang artinya seluruh
2.      Lafaz Mufrad atau jama’ yang dima’rifah dengan sejenisnya  atau dengan cara diafah.
3.      Isim maushuالذين, التي
4.      Isim isyaroh
5.      Isim nakirah dalam redaksi kalimat negatif
6.      Lafaz Mutlaq adalah suatu lafadz yang menunjukkan suatu hakikat makna tanpa adanya batasan apapun yang dapat mempersempit makna tersebut.













BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia membutuhkan panduan yang mengatut tata laku kehidupan, panduan tersebut menentukan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Jika penduan tersebut dilanggar, kosekuensinya hukuman. Panduan kehidupan tersebut terdapat dalam Al-qur’an dan As-sunnah. Al-qur’an dan As-sunah tidak bisa berbicara sendiri, keduanya memerlukan penafsiran. Penafsiran ini diemban oleh akal.
Al-qur’an merupakan sumber hukum islam utama. Al-qur’an merupakan pedoman palinmg otoritatif bagi umat islam, sehingga hukum-hukumnya adalah undang-undang yang harus diikuti dan ditaati.


[1] Dr.Mardani, Ushul Fiqh, Jakarta : Rajawali Pers, 2013, cet-ke1, hlm. 99-100
[2]
[3] Moh. Shofiyul Huda MF, Ushul Fiqh, Kediri : STAIN Kediri Press, 2009, hlm. 79-80
[4] Dr.Mardani, Ushul Fiqh, Jakarta : Rajawali Pers, 2013, cet-ke1, hlm. 107
[5] Dr.Mardani, Ushul Fiqh, Jakarta : Rajawali Pers, 2013, cet-ke1, hlm. 117
[6] H. Ma’mun Efendi Nur, Ph. D, Konsep Fiqh dalam Al-qur’an dan Al-Hadits, Semarang : CV. Bima Sejati, 2006, hlm. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar