Sabtu, 03 Juni 2017

MAKALAH Sejarah Peradaban Islam " PRESTASI INTELEKTUAL DINASTI ABBASIYAH







 SEJARAH PERADABAN ISLAM
PRESTASI INTELEKTUAL DINASTI ABBASIYAH

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu: Dr. H. Nasihul Umam, M.Ag


oleh:
Nama : Evi Yatul Liyana
Jurusan : Tafsir & Hadist C'16
NIM : 1604026051






Nama        : Evi Yatul Liyana  
Kelas         : Tafsir & Hadist C
NIM          : 1604026051
    
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016
 



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masa Dinasti Abassiyah disebut sebagai  masa keemasan Islam  “the golden age”. Pada saat itu masyarakat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, politik, peradaban dan kekuasaan pada masa kekuasaan Dinasti Abassiyah yang pertama yang beribukota di Baghdad. Selain itu juga telah berkembang  berbagai ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banayaknya tokoh-tokoh penerjemahan bukudari bahasa asing   kedalam bahasa arab. Hal ini yang kemudian melahirkan cendikiawan-cendikiawan  yang terkenala dalam bidangnya. Selain itu Bani Abbas  juga mewarisi imperium besar Bani Umayah yang kemudian menjadikan mereka  lebih banyak, karena landasanya  telah dipersiapakan  oleh daulah bani umayah yang besar. Oleh karena itu pada masa ini terjadi banyak kemajuan-kemajuan serta prestasinya yang sampai saat ini masih terasa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Definisi Dinasti Abbasiyah ?
2.      Apa saja Prestasi dan Kemajuan  pada Dinasti Abassiyah ?
3.      Apa Factor yang membuat Prestasi dan Kemajuan  pada Dinasti Abassiyah ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Definisi Dinasti Abbasiyah.
2.      Mengetahui Apa saja Prestasi dan Kemajuan  pada Dinasti Abassiyah.
3.      Mengetahui Apa Faktor yang membuat  Prestasi dan Kemajuan  pada Dinasti Abassiyah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Dinasti Abbasiyah

1.      Keturunan Golongan Abbasiyah
Pemerintahan Dinasti Abassiyah adalah berketurunan dari al-Abbas yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW. Adapun pendiri kerjaan al-Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan dan pendirian ini dianggap sebagai suatu kemenangan bagi kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah SAW. Jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasulullah dan keluarganya. Tetapi idea pendirian ini telah dikalahakan di zaman permulaan Islam, dimana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik kepunyaan seluruh umat muslim. Kaum muslim berhak melantik siapa saja antara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Namun orang-orang Parsi yang masih berpegang kepada prinsip hak ketuhanan  yang suci, teru berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke penguasa pemerintahan.
Pada pandangan public umunya, golongan Alawiyin adalah lebih dekat kepada Nabi SAW, karena kedudukan Fatimah yang menjadi anak Nabi SAW, sekaligus Ali menjadi sepupu dan menantu beliau. Kemudian karena keutamaan Ali yang telah memluk agama islam lebih awal  daripada sahabat yang laiinya serta perjuangannya dalam penegakan agam islam. Tetapi  golongan Abassiyah setelah berkuasa lants mengumumkan  mereka lebih utama dari Bani Hasyim untuk mewarisi Nabi SAW, karena nenek  moyang merkaialah paman Nabi SAW.  Dan pusaka peninggalan tidak boleh diperoleh dari pihak sepupu, jika ada paman dan keturuna dari anak perempuan tidak mewarisi pusaka utama dengan adanya pihak ‘ashabhah’.

2.      Zaman Pemerintahan Abbasiyah secara Ringkas
Pemerintahan Dinasti Abassiyah berlanjutan dari tahun 132 H-656 H yaitu selama 524 tahun. Pada tahun 656 H kaum Tatar melanggar dunia Islam, membunuh Khalifah Abassiyah serta sebagian keluarganya dan mengumumkan berakhirnya pemerintahan Abbasiyah. Selama periode tersebut dimanfaatkan oleh  golongan Abassiyah ketika memegang kursi pemerintahan. Namun kekuasaan tersebut tidak selama waktu tersebut sejajar atau dalam satu periode, sebaliknya kekuasaan tersebut berbeda-beda kemudian terbagi menjadi system pemerintahan pada Dinasti Abassiyah menjadi beberapa periode. Periode tersebut yaitu :
a.       Periode pertama (132 H-232 H).  Kekuasaan pada periode ditangan Khalifah, disebut juga periode keemasan.
b.      Peride kedua (232 H-590 H).  Kekuasaan hilang dari tangan khalifah atau periode Turki
c.       Periode ketiga (590 H-656 H). Kekuasaan berada di tangan para khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.

Dimasa pemerintahan Abbassiyah, muncul juga beberapa daulah yang memisahkan diri, baik itu karena letaknya jauh dari Baghdad dan lemahnya penanganan khalifah terhadapnya ataupun karena para kahalifah berada di bawah penguasa kelompok-kelompok yang menang seperti Turki. Adapun daulah-daulah yang memisahkan diri yaitu:

-          Daulah Ash-Shafariyah
-          Daulah Ash-Samaniyah
-          Daulah Al-Ghaznawiyah
-          Daulah Ath-Thuluniyah di Mesir
-          Daulah Al-Ikhsyidiyah di Mesir
-          Daulah Al-Fatimiyah di Maroko dan Mesir
-          Dan daulah-daulah lainnya yang memisahkan diri di beberapa wilayah.


B.      Prestasi dan Kemajuan  pada Dinasti Abbasiyah

1.      Bidang perdagangan dan pertanian
Periode Abassiyah telah mencapai kemajuanyang luar biasa terutama pada periode Abassiyah pertama. Harun ar-Rasyid melakukan pengaturan perdagangan dan memerintahakan kepada Muhtasib (pengawas) untuk melakukan pengawasan terhadap pasar-pasar dan mengontrol timbangan-timbangan serta  menjaga stabilitas harga berbagai kebutuhan untuk mencegah terjadinya praktik kecurangan atau perampasan harta orang banyak. Pertukaran barang dagangan pun terjadi anatara Baghdad dan Negara-negara lainnya dari berbagai belahan dunia. Kafilah dagang bergerak menuju China untuk keperluan perdagangan sutera dan juga menuju Bukhara, Samarakand, Hiaz, serta Habasyah (Ethiopia).
Jamil Nakhlah dalam bukunya menyebutkan “Ketika Dinasti Abassiyah berlimpah harta dan Harun ar-Rasyid  menjamin keamana jalan para kafilah dan juga kapal yang mengangkut barang dagangan dari seluruh penjuru dunia menuju Irak, maka berbagai perabotan pun diangkut dari India, besi dari Khurasan, Timah dari Kiraman, kain tenun dari Kashmir, kayu gaharu dan misik dari China,  minyak wangi dari Yaman, mutiara dari Adzab, kamper kemudian  kelapa dan pakaian katun dari India dan Sind. Selain itu juga batu permata dari Sarandib, kulit binatang dari Romawi, buah-buahah kemudian senjata dan juga besi dari Syam dan Kulit dari Rusia.
2.       Bidang ilmu pengetahuan
Telah muncul perhatian yang cukup besar terhadap ilmu-ilmu naqliyah contohnya seperti ilmu tafsir, qira’at (bacaan), hadist, fiqih, nahwu, bahasa dan juga sastra. Kemudian  ilmu-ilmu aqliyah  seperti filsafat, teknik, astronomi, music, kedokteran, kimia, sejarah dan geografi. Pada masa ini juga muncul para ahli Kalam yang berbicara mengenai masalah kemahlukan Al-Qur’an. Muncul pula kaum Mu’tazilah yang begitu mengedepakan akal dan memiliki kedekatan dengan khalifah al-Ma’mun muncul dalam hal ini adalah ahli ilmu dan kelompok yang mengedepankan naql  dalam hal adalah ahli ilmu dan kelompok mengedepankan akala disebut ahlul aql.
Dalam beberapa sumber  disebutkan bahwa al-Khalil bin Ahmad bertemu dengan Ibnu al-Muqaffa’, keduanya berbicara tentang berbagai hal. Ketika keduanya berpisah, ditanyakan kepada al-Khalil, “Menurutmu bagaimana Ibnu al-Muqffa’?”  al-Khalil menjawab “Aku melihat Ibnu al-Muqffa’  adalah seorang yang ilmunya lebih banyak dari akalanya.” Ibnu al-Muqffa’  menjawab, “Aku melihat al-Khalil adalah orang yang akalnya lebih banyak daripada ilmunya.”
Ada dua masalah penting dalam kemajuannya bidang ini yaitu:
Pertama, mencetak  peradaban Islam tidak terbatas hanua oleh orang Arab saja. Ini adalah karakteristik masa Abbasiyah dimana mayoritas orang yang berkecimpung di bidang ilmu pengetahuan adalah kaum bangswan, terutama Persia, dan bahasa Arab adalah salah satu sarana untuk saling memahami diantara oaring-orang Islam. Pihak Abbasiyah tidak memberikan tekanan kepada pihak-pihak lain dan tidak pula fanatik terhadap Arab seperti halnya pada Dinasti Umayah, akan tetapi mereka mempersilahkan unsur-unsur non Aran untuk turut serta dalam  mencipatakan peradaban yang maju. Oeleh sebab itu, maka cabang-cabang ilmu pengetahuan menjadi luas seiring dengan meluasanya area  wilayah pada masa Dinasti Abbasiyah.
Dapat  disimpulkan bahwa pemegang ilmu pengetahuan di dalam Islam mayoritas dari non Arab, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Khaldun, “Pemegang ikmu pengetahuan di dalam Islam mayoritas  adalah berasal dariorang-orang non Arab hingga walaupun diantara merak adalah oaring Arab  dari segi nasabnya, akan tetapi ia adalah non Arab dari segi bahasa dan pendidikanya.”
Toleransi yang muncul dari pihak Dinasti Abbasiyah terhadap unsur-unsur non Arab inilah yang memberikan kesempatan munculnya talenta-talenta yang jarang  ditemukan  dalam daulah. Karena itu tidak mengeherankan Sibawaih dan Az-Zujaj, keduanya berasal dari non Arab. Demikian juga para ahli hadist yang menghafal hadist dari ahli Islam, kebanyakan adalah non Arab. Para ulama Ushul Fiqih kebanyakan juga dari non Arab, demikian pula ulama kalam dan para ahli tafsir.
Kedua, penerjemahan dan keterbukaan terhadap pemikiran dan kebudayaan pihak lain. Penerjemahan diawali dengan bantuan pihak Persia dan telah diterjemahkan beberapa ilmu yang berasal dari Yunani dan juga ilmu-ilmu Persia. Hanin bin Ishak melakukan penerjemahan untuk khalifah Abu Ja’far al-Manshur terhadap buku-buku Galinus dibidang Kedokteran dan menyalin serta  menerjemahkan Kitab As-Sanad Hind dan Kitab Iqlids di bidang arsitektur.
Perhatian terhadap penerjemahan semakin bertambah pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid yang semakin semangat karena dengan adanya dukungan dari Ar-Baramikah. Di masa Al-Ma’mun,gerakan penyalinann dan penerjemahan dari bahasa Yunanidan Persia ke dalam Bahasa Arab semakin bertambah. Beberapa oaring juga menyalin  banyak buku ke dalam bahasa Arab seperti putra-putra Musa bin  Syakir al-Munjim yang telah menginfakkan  banyak harta  dalam upaya  memperoleh buku-buku tentang matematika. Mereka memiliki  keterkarikan besar terhadap ilmu arsitektur, music dan astronomi. Pada masa Al-Ma’mun, muncul beberapa ahli matematika seperti Muhammad Musa Al-Khawarizmi yang merupakan peletak dasar ilmu Aljabar.
Orang-orang yang berkecimpung dalam penerjemahan tidak semata-mata melakukan penerjemahan saja, akan tetapi mereka memahami  kemudian memberikan sentuhan  modern pada terjemah supaya sesuai realita. Diantara mereka ialah Ya’qub bin Ishak  Al-Kindi seorang ahli dalam filsafat, kedokteran, ilmu hitung, mantiq (logika), arsitektur dan astronomi. Diantara penerjemah yang popular pada saat itu adalah ; Hanin bin Ishak, Ya’qub Al-Kindi, Tsabit bin Qarwah, Amr bi Farhan Ath Thabari dan lain sebagainya.
3.      Kemajuan Peradaban Masyarakat
Masyarakat yang berada di bawah panji Islam mulai menyadari bahwa syariat Islam berdiri atasa dasar ketauhidan, keadilan, kesetaraan, setelah masyarakat tersebut merasakan kezaliman dan kefanatikan dari penguasanya. Para ulama dari berbagai  bidang keilmuan melakukan penyebaran terhadap ilmu, menulis buku-buku, menafsirkanAl-Quran dan mengumpulkan Hadist, dan kemajauan keilmuan diberbagai cabang pengettahuan. Selain itu  mereka melakukan perdebatana anatara orang Islan dengan Syiah atau penganut agama lain. Ulama Islam melakukan perdebatan  mereka dengan filsafat Islam ( ilmu Kalam). Jika pada masa DaulahUmayah cenderung mengarah ke peperangan, berbeda  dengan Abbasiyah yang mana seluruh pemahaman Islam dengan segala toleransi dan kelenturannya  mampu menerima  semua budaya  dan adat. Namun tetap diwarnai dalam corak Islam dengan memilih yang baik dan membuang yang buruk.
System politik Abbasiyah juga adanya kebebasan dalam berpikir tersebut memiliki pengaruh besar dalam munculnya metode-metode  pemikiran yang melakukan pembelaan  terhadap Islam  seperti metode kaum Mu’tazilah dan aliran-aliran lainnya.  Sudah pasti bahwa bergelut dalam berbagai disiplin ilmu yang telah disebutkan diatas, bail naqliyah ataupun aqliyah tentunya  akan mencipatakan Negara yang maju, kuat dan bertahan lama, meskipun suatu saat akan berakhir.
Meskipun terdapat sebuah realita penting, yaitu bahwa ideology Islam telah ditentukan oleh Rasulullah SAW sesuai dengan manhaj Rabbani (metode Tuhan), namun semua yang diterjemahkan, disalin dan disusuan membuahkan dua hal yang besar pada saat itu, yaitu:
a.       Penelitian dan pengelompokan Hadist untuk mengetahui mana yang shahih atau tidak. Sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Malik, Al-Bukhori, Muslim, At-Turmudzi, Abu Daud, An-Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hambali dan lainya.
b.      Pengkodifikasian dan pembukuan Fiqih seperti yang dilakukan oleh Imam Malik, Imam Asy-Syafi’I, Iman Abu Hanifah, dan Imam Ibnu Hambal. Dari sini maka terbentuklah gambaran jelas konsep Islam yang benar dan juga Unsur-unsurnya. Kodifikasi tersebut  memuat warisan pemikiran Islam  sjak awal Rasullulah SAW, dengan hokum-hukum yang dihadapi oleh Khulafaurrosyidin dan hal-hal yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat Islam di bidang muamalah diantara sesame muslim maupun non muslim.
Menurut Nicolson menuturkan, “Meluasnya area wilayah Daulah Abbasiyah dan kekaayaannya yang berlimpah serta perdaganganya yang lancer, memiliki pengaruh besar dalam menciptakan kebangkitan budaya yang belum pernah disaksisiakan sebelumnya oleh dunia timur hingga terlihat, bahwa beberapa kahlifah dan beberapa orang  awam menjadi pencaei ilmiu  atau paling tidak ahli sastra.” Di masa Daulah Abbasiyah, orang-orang menjelajahi tiga benua dalam rangka menuju tempat ilmu pengetahuan agar nantinya bisa kembali kenegara mereka  layaknya Kemudian menyusun karya-karya yang berperan besar dalam sampainya ilmu-ilmu kepada zaman saat ini.
4.      Bidang kesehatan
Popularitas Daulah Abbasiyah  mencapai puncaknya di zaman  Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan puteranya  al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social. Rumah sakit, lembaga pendidikan Dokter  dan Farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar delapan ratus orang dokter yang  sukarela memberi pelayanan kepada masyarakat tanpa adanya biaya.  Disamping itu juga dibangun  tempat pemandian umum. Tingkat kemakmuran yang paling tinggiterwujud dalam pada zaman khalifah ini. Kesehateraan  social, sesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusteraan berada pada zaman keemasaanya.
5.      Bidang ekonomi
Kesejahteraan rakyat menjadi perhatian kholifah. Hal ini sangat penting karena pada Daulah Abbasiyah para kholifah tidak hanya ingin kemakmuran  pada pejabatnya saja, tetapi pada rakyat kecil.  Mereka ingin seluruh kebutuhan  sandang dan pangan dapat dijangkau oleh sampai masyarkat pedesaan kecil. Para khalifah juga mengurangi tingkat pengangguran dengan didirikannya pabrik yang menghasilakan kebutuhan masyarakat.
            Untuk menanamkan peprputaran keuangan, para khalifah melakukan langkah-langkah berikut:
a.    Mendirikan pabrik perusahaan, hasilnya untuk kepentingan agama dan masyarakat.
b.    Baghdad  merupakan Negara  yang perdagangannya besar, yang kemudian membantu pertumbuhan penghasilan ekonomi Negara.
c.    Kholifah Harun ar-Rasyid memerintah bendaharawan Baitulmal untuk menanggung biaya Narapidana.

6.      Bidang budaya
Pada masa kejayaan Kholifah bani Abbas telah memiliki sejumlah prestasi  dalam bidang budaya. Pada masa itu masyarakat Islam telah memulai melakukan kajian, penelitian tentang ilmu pengetahuan.
Perkembangan Islam pada zaman Bani Abbasiyah  dapat dilihat dari peranan masjid dan madrasah. Kedua tempat itu tidak hanya  digunakan sebagai alat untuk beribadah tetapi juga sebagai tempat  pusat perkembangan pendidikan Islam, contohnya:
a.       Madrasah yang didirikan oleh menteri Nidzamul Mulk di berbagai Negara  seperti Baghdad,  Balkhan, Muro,  Tabsiran, Naisabur  dan sebagainya.
b.      Kuttab, yaitu sebagai tempat pendidikan tingkat rendah dan menengah.
c.       Majlis Munasarah, yaitu sebagai tempat pertemuan  para pujangga, ahli fikir,dan masalah ilmu lainnya.
d.      Darul Hikmah adalah sebagai pusat perpustakaan yang di bangun oelh Harun ar- Rasyid  dan Al-Makmun.
Sedangkan klasofikasi kota-kota  dalam pengakajian ilmu agama adalah sebagai berikut :
-          Mekkah dan Madinah  sebagai pusat ilmu Hadist dan Fiqih.
-          Baghdad, Kuffah, Basrah adalah kota tempat ilmu Tafsir, Hadist, Fiqih, Bahasa, Sejarah Ilmu Kalam, Filsafat dan lain-lain.
-          Fusfat, Iskandariyah dan Mesir sebagai pusat Ilmu Agama.
-          Isfanah merupakan kota pusatnya ulama dan sarjana.
-          Bukhara sebagai tempat berdirinya maktab buh bin nahar as-sama’ny merupakan perguruan tinggi yang sangat lengkap.
-          Beirut, Damaskus, Halb di Syam sebagai pusat Ilmu Hukum dan Agama.




DAFTAR PUSTAKA
Badari, Yatim. 2003. Sejarah peradaban islam dirasah islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo persada.
Tatang, Ibrahim. 2004. Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah kelas VIII semester I dan 2. Bandung; Armico.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar